Senin, 17 Mei 2010

AKHIRNYA MENIKAH JUGA



(Liat-liat tulisan lamaku, ternyata nyambung dengan kisah temanku si Melati. Baca yah!)

Dalam membaca cerita-cerita roman, kita selalu berharap, di akhir cerita tokoh utama dapat menikah dengan pujaan hatinya dan kemudian hidup bahagia selama-lamanya. Sepertinya, pernikahan adalah titik awal dari segala kebahagiaan manusia. Kunci untuk membuka kotak kebahagiaan yang tak pernah habis.

Lihat saja, tanpa pernikahan, hidup Romeo dan juliet berakhir tragis. Kisah Laila Majnun menjadi kisah cinta yang memilukan. Karamnya kapal Van Der Wijck lebih dari sebuah tragedi bagi Zainudin, lebih dari hanya tenggelamnya sebuah kapal, tapi berarti hilangya kepingan hati yang dibawa Hayati. Tanpa pernikahan cerita Jasmine dan Saiful Malook menjadi sebuah cerita yang menyedihkan dalam novel Surat Cinta Saiful Malook buah karya Risma Budiyani. Saiful menggila, karena dunianya lenyap, di bawa Jasmine. Kekasih maya yang tak pernah bisa direngkuh. Jasmine tertatih membawa cintanya, sambil terus berharap suatu hari kelak ada seorang pangeran yang mencintai Jasmine seperti Jasmine pernah mencintai Saiful Malook. Tulus tanpa tendensi. Sama seperti tragisnya Sampek-Engtay.

Dan dengan pernikahan Cintanya Zulaikha kepada Yusuf menjadi suci. Dengan pernikahan Cita-cita seorang Kartini lebih mudah tercapai. Abu Kasan Sapari berbahagia dengan Lastri. dan Kebahagiaan Fahri menjadi lengkap bersama Aisha dalam ayat-ayat cinta.

Pernikahan adalah sebuah episode yang diharapkan akan juga dilalui oleh setiap insan. Sebuah titik kehidupan yang akan dilalui, yang juga telah ditetapkan sebelum manusia hidup kedunia. Cepat atau lambat, pernikahan menjadi sebuah momen yang direncanakan dalam benak manusia. Sadar atau tidak, setiap langkah kehidupan mengarah ketitik sana.

Pernikahan adalah penawar dari hidup yang ditakutkan manusia : sepi, sendiri. Dengan menikah berarti memastikan ada teman disamping disaat kau sendiri. Ada punggung yang tegak yang siap dijadikan sandaran saat lelah menjalani hidup. Ada dada yang lapang untuk berlindung dan menumpahkan kekesalan hidup. Ada tangan yang menggemgam teguh memberi harapan di saat mulai ragu akan pilihan hidup. Ada kaki yang kuat yang siap berjalan mengiringi entah seberapa jauh perjalanan hidup.

Walaupun banyak sudah cerita, lirik, lagu, langgam, puisi, pepatah, tulisan mengadopsi dari imaji pernikahan. Banyak sudah cerita di buat, bertemakan pernikahan. Buku dicetak sebagai solusi pernikahan. Tulisan di muat utuk menginspirasi kehidupan pernikahan. Konsultasi dibuka sebagai pusaran masalah dalam pernikahan. Nyatanya walaupun begitu, adalah fakta yang sulit untuk maju ke pernikahan. Banyak pertimbangan dan pikiran-pikiran yang membebani.

Pernikahan menjadi bukan hanya sebuah prosesi untuk menyatukan dua insan, Tapi menyatukan dua cita-cita yang mungkin berbeda dan mungkin akan berubah pula kelak. Pernikahan bukan hanya sebuah upacara untuk menyatukan dua keluarga, tapi darinya, akan lahir sebuah keluarga dari dua keluarga yang berbeda. Sebuah keluarga yang harus dibimbing dan dihidupi. Pernikahan bukan hanya menjadi sebuah ikatan untuk terus bersama dalam sebuah suka dan bahagia. Tapi ikatan yang harus terus dijaga dalam sakit dan duka.

Pernikahan adalah sebuah perjanjian yang agung antara seorang pria dan seorang wanita. Allah menyatakannya dalam al-Qur’an sebagai perjanjian yang kuat, mitsaqan galizha. Sebuah pernikahan hanya akan berarti apabila dilandasi oleh dasar saling cinta dan berniat menjalankan sunnah rasul. Pernikahan dalam Islam tidak bermakna apabila hanya didasari oleh keinginan hawa nafsu: nafsu melihat kecantikan, nafsu melihat kekayaan, pangkat, jabatan dan status sosial. Sekalipun hal itu merupakan hiasan namun dalam hal memilih jodoh Nabi berpesan agar menomorsatukan agamanya, niscaya kamu akan merasa tenang karenanya.

Dalam ajaran Islam, pernikahan mengandung beberapa tujuan. Pertama, pernikahan adalah melaksanakan sekaligus menghidupkan sunnah rasul. Kata Nabi SAW: "Nikah itu sunnahku barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku maka ia bukanlah golonganku". Menikah adalah menyempurnakan pengamalan kita dalam beragama. Nabi pernah menyatakan menikah adalah setengah melaksanakan agama.

Kedua, Nikah bertujuan untuk menjaga keberlangsungan eksistensi manusia. Allah SWT mengangkat manusia sebagai khalifahNya, wakilnya, mandatarisNya di muka bumi. Untuk terus memelihara dan melanjutkan risalahNya maka Allah meminta kita untuk memperhatikan, memelihara dan membina keturunan. Jalan halal yang ditempuh untuk memperoleh keturunan adalah dengan menikah. Firman Allah dalam surat Annisa ayat 9 "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang merasa anak-anak yang lemah". Dengan menikah diharapkan lahir generasi-generasi baru yang dapat melanjutkan amanat-amanat Allah dan risalah NabiNya..
Ketiga, menikah adalah memperjelas nasab/keturunan. Tanpa pernikahan dapat dibayangkan banyaknya anak-anak yang lahir tanpa nasab yang jelas, siapa ayahnya dan siapa ibunya.

Keempat, Pernikahan adalah upaya menghindari dekadensi moral. Ucapan Ijab kabul sangatlah pendek mungkin hanya satu menit. Namun ucapan yang hanya sesingkat itu telah merobah dengan luar biasa status hukum seseorang terhadap lainnya. Kalau dahulu berdua-duaan antara seorang laki-laki dengan wanita yang bukan mahram itu diharamkan maka setelah ijab kabul melakukan hubungan yang mesra antara suami istri justru mendapat pahala karena sudah dihalalkan.

Kelima, menikah adalah pintu gerbang mencapai keluarga sakinah. Tidak ada kenikmatan yang luar biasa kecuali memiliki keluarga yang harmonis, damai, tentram, penuh cinta dan kasih dalam satu bahtera. Sebaliknya tidak ada penderitaan yang luar biasa selain memiliki keluarga yang penuh konflik, jauh dari kedamaian, cinta dan harmoni. Kalau di dunia ini ada surga maka itulah pernikahan yang bahagia, sebaliknya bila di dunia ini ada neraka maka itulah pernikahan yang gagal. Masyarakat yang baik akan muncul dari keluarga yang baik sebagaimana juga keluarga yang buruk akan menghadirkan masyarakat yang buruk.

Keluarga adalah tempat yang pertama sekaligus utama membentuk generasi yang shalih. Jadikan ia tempat untuk menanamkan bibit-bibit unggul generasi masa depan demi kejayaan Islam dan kaum Muslimin. Doa demi doa harus selalu menyertai perjalanan hidup kita dalam keluarga.

Allahumma Barik lahuma fi khairin. Rabbana Hab Lana min azwajina wa zurriyyatina qurrata a’yun waj’alna lilmuttaqina imama. Rabbana Atina Fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina azabannar.

*******************
Hampir setiap hari saya mendengarkan curhatan teman-teman saya yang belum menikah. Curhatan semua hampir sama tentang rintihan, gumaman, gerutuan, sumpah serapah, bahkan rutukan tentang mengapa mereka belum menikah juga.

Di satu sisi mereka resah, akan jodoh yang belum juga datang menghampirinya. Mereka juga masih harus menghadapi pertanyaan bertubi-tubi dari orang tentang kapan mereka menikah.

“Kok belum nikah-nikah sih? Kapan nyusul? Memangnya tidak kepengen? Memangnya gak ada yang cocok? Sampai kapan melajang, nanti jadi perawan tua/bujang lapuk loh. Memangnya belum laku-laku yah? Sebenarnya kamu normal l tidak sih?”

Sudah pasti pertanyaan ini akan membuat kuping seorang lajang menjadi panas, muka merah padam menahan amarah atau malah kentut. Dada bergelora, tangan mengepal tinju, kaki siap melayang bebas ke muka si penanya atau komentator parah ini.

Lama-kelamaan pertanyaan ini bisa membuat seorang lajang yang sudah sedikit depresi dalam penantian menjadi semakin depresi. Dan akhirnya mencari jalan pintas untuk segera membuat perburuan jodoh. Targetnya hanya satu, sesegera mungkin mencari seseorang yang akan dikawini atau mengawini dirinya demi untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan dari seluruh penjuru mata angin.

Pernikahan seperti kehilangan esensinya karena tujuannya bukan lagi untuk membangun keluarga sakinah mawaddah warrahmah. Tetapi untuk masuk dalam standarisasi yang ditetapkan oleh manusia. Agar tidak mendapat malu karena ‘gak laku-laku’ atau ‘perawan tua’ dan ‘bujang lapuk’.

Tak jarang orang-orang beriman memohon-mohon kepada Tuhan-Nya untuk segera diberikan jodoh atau segera menggerakkan hati kekasihnya untuk menikahinya. Tidak hanya memohon, tetapi doa yang mengancam.

Allah adalah Dzat Yang Maha Pemurah. Siapapun yang berdoa kepadanya dengan penuh kesungguhan, pasti akan dikabulkan. Seandainya kamu meminta sekarang juga agar kekasih yang kau cintai untuk menikahimu sekarang juga mungkin akan kabulkan. Tetapi apakah kamu yakin dia adalah seseorang yang tepat untuk menemani hidupmu. Apa kamu yakin waktunya telah tepat? Apa kamu yakin pernikahan akan menyelesaikan masalah dan membuatmu bahagia?

Saya selalu berpikiran positif terhadap Allah. Saya selalu menekankan dalam diri saya bahwa apapun yang diberikan Allah kepada saya adalah yang terbaik. Setiap detik yang diberikan Allah kepada saya adalah waktu-waktu terbaik saya.

Saya belajar untuk berdoa dengan penambahan kata-kata, “Ya Allah berikanlah kepadaku yang terbaik menurut-Mu.” Karena kacamata manusia terlalu buram untuk melihat jauh ke masa depan tentang hal-hal yang terbaik.

Saya tidak ingin seperti teman saya, yang waktu lajang dia terburu nafsu untuk menikah dengan kekasihnya. Hingga dalam setiap doanya dia selalu ‘mengancam’ agar dipasangkan dengan kekasihnya dalam pernikahan. Pernikahan memang terjadi, namun setahun kemudian perceraian memisahkan mereka dengan teramat pahit.

Atau seorang teman yang terburu-buru menikah. Dan ternyata belakangan dia tahu pasangannya itu bajingan . Dan terlambat untuk mundur.

Ada juga yang gagal menikah di detik-detik menjelang pernikahannya. Dan itu sangat menyakitkan dan memukul perasaan.

Mungkin saat doa-doa itu mengetuk pintu Ar Rasy. Allah sudah tahu bahwa lelaki itu sangat tidak baik untuk dirinya. Namun kasih sayang Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang tak sanggup melihat hamba-Nya merajuk. Maka dikabulkan juga, namun resikonya harus ditanggung sendiri.

Boleh jadi sebenarnya bila dia mau bersabar sedikit, atau menyerahkan urusan jodohnya kepada Allah tanpa mengabaikan ikhtiar. Allah telah menyiapkan jodoh yang teramat sesuai untuk dirinya. Tetapi teman saya tidak sabar. Cinta telah membutakan matanya, dan dia juga sudah bosan ditanya ‘kapan menikah’. Maka pernikahan tanpa esensi itu pun dilakoninya. Bukan kebahagiaan yang diraihnya, namun kekecewaan yang mendalam.

“ Kapan yah giliran aku yang bersanding di situ?” Seorang teman lelaki dan perempuan yang sudah di ambang batas menikah menanyakan hal itu kepada saya.

“ I’m cursed.......Semua perempuan meninggalkanku untuk pria yang lebih mapan dan kaya dari aku. Menurutmu itu cobaan atau kutukan?”

“ Kenapa aku belum juga menikah?”

“ Aku sudah menjaga diriku sedemikian rupa untuk bersabar hingga pernikahan. Tapi Tuhan juga tidak tergerak hatinya untuk mempertemukan aku dengan jodohku.”

“ Apakah menurutmu aku akan menikah?”

“ Menurutmu ada gak yang cinta denganku?”

“ Aku benci ditanya kapan nikah…”

Dan masih banyak curhatan lain yang lebih miris dan memilukan untuk didengar. Karena begitu menyiratkan kesedihan yang teramat sangat, sekaligus kemarahan.
Perkara jodoh memang misterius, kita tidak pernah bisa memilih kapan, dimana dan dengan siapa kita akan berjodoh. Boleh jadi pasangan kita terpisah ribuan mil di sana atau tetangga sebelah rumah yang sekaligus teman sepermainan. Boleh jadi dia berbeda zaman dengan kita atau malah sebaya. Boleh jadi dia musuh besar kita atau malah pujaan.

Hari ini saya menangis bahagia. Salah satu teman lamaku mengabarkan kalau dia telah menikah di usia yang menjelang 40 tahun.

Namanya Melati (bukan nama sebenarnya). Dia dilahirkan dari sebuah keluarga yang nyaris sempurna. Orang tuanya adalah orang terpelajar yang memiliki karir bagus. Bisa dibilang hidup mereka tidak kurang suatu apapun.

Kesempurnaan adalah hal yang wajar bagi mereka. Dan segala sesuatu harus berjalan sempurna. Hal itu diterapkan juga dengan criteria calon-calon mantu anak-anaknya. Teman saya adalah anak pertama, perempuan dan dua bersaudara saja. Beruntung adiknya yang cantik terlebih dahulu menikah dengan lelaki pilihannya yang juga masuk criteria orang tuanya.

Dan Melati, harus melajang di usia yang tidak muda lagi. Padahal Melati juga tidak kalah cantik dibandingkan adiknya. Melati gadis cantik, tinggi, putih, karir bagus, pandai, supel, dan lain dan lain. Hanya lelaki bodoh yang tidak menyukai Melati. Dan anehnya hubungan cinta Melati tidak pernah berjalan mulus.

Semua pacar-pacarnya memilih mundur teratur, karena mereka semua tidak memenuhi karakter ideal dari orang tuanya. Semuanya kurang. Padahal menurut kasat mata orang awam tidak ada yang salah dengan pacar-pacarnya itu.

Melati frustasi dan depresi, sedang usianya semakin lama semakin tua. Dan Melati masih dihadapkan pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman, saudara-saudara, kolega-koleganya bahkan kenalan barunya tentang kapan dia akan menikah. Hal itu semakin membuat frustasi Melati.

Tetapi Melati juga tidak mau durhaka pada orang tua. Di satu sisi Melati sangat ingin menikah, namun Melati tidak ingin menikah tanpa restu. Melati pasrah namun marah.

Suatu kali Melati hampir nekad menikah dengan seorang lelaki gaek dari negeri seberang yang sudah memiliki dua istri. Apakah Melati mencintai lelaki itu? Tidak, sama sekali lagi tidak.

“ Aku hanya ingin anak, Ris. Seorang anak yang akan menemaniku di masa tuaku. Tapi aku juga tidak ingin berzina. Aku harus menikah. Tidak peduli dengan siapa…” Melati mengucapkannya sambil berkaca-kaca. Begitu pun aku yang mendengar. Sedemikian inginnya Melati menikah dan punya anak. Melati sampai tidak bisa berpikir jernih. Di otaknya waktu itu adalah bagaimana caranya dia menikah dalam waktu dekat sebelum dia beranjak tua.

Tentu saja orang tua Melati murka.
“ Terserah kalau kamu mau nikah dengan lelaki gaek itu. Tetapi mulai detik ini, kamu bukan lagi anak kami!” Kata-kata papa Melati seperti tamparan keras di pipi Melati. Melati benci papanya. Namun Melati tak kuasa melawannya. Melati tidak mau jadi anak durhaka.

Hingga Melati berusaha pasrah. Bahkan Melati sudah menyiapkan dirinya bila dia harus menjadi perawan suci sepanjang hayatnya. Melati menyibukkan diri pada karirnya sambil terus berusaha membuang jauh-jauh impiannya untuk menikah. Karir Melati tetap melaju pesat. Namun Melati tetap sendirian.

Suatu ketika, Melati menghadiri acara reuni SD. Melati padahal hampir saja tidak menghadirinya, karena dia benci berkumpul dengan teman-teman seangkatannya. Melati iri dengan teman-temannya yang slaing pamer jumlah anak. Bahkan Melati, calon saja belum punya.

Beruntung Melati datang ke acara reuni itu. Di sana dia bertemu dengan teman SD-nya yang dulu terlihat paling charming di mata Melati. Dan ternyata dia juga belum menikah. Usut punya usut, kesibukan karir dan studinya di luar negeri membuat pria itu belum menikah.

Melati dan pria itu akhirnya menjalin hubungan special. Dan kemarin mereka menikah. Beruntung Pria ini juga masuk criteria orang tuanya. Semua orang bersuka cita menyambut pernikahan itu. Akhirnya Melati mengakhiri masa lajang tepat pada waktunya dengan orang yang tepat. Melati tersenyum lebar di hari pernikahannya.

Tuhan selalu punya rencana terbaik untuk umatnya. Terkadang umatnya tidak sabar dan terburu-buru mengecap Tuhan tidak adil. Terkadang kita harus mencintai orang yang salah sebelum mencintai orang yang tepat.

Dan saya masih berpikir, restu orang tua itu teramat penting dalam menjalani biduk rumah tangga. Baiklah kalau anda pikir ini adalah hidup anda, karena anda dan pasangan yang akan menjalani. Tetapi ingatlah hubungan dengan orang tua anda lebih lama terjalin dari pasangan anda.

Well, Percayalah! Apa yang diberikan Tuhan adalah yang terbaik. Setiap kejadian pasti ada hikmah di baliknya. Jangan bersedih! Menikah bukan masalah siapa jodoh anda. Tetapi juga apakah waktunya sudah tepat atau belum? Tanya diri sendiri apakah anda siap untuk menghadapi konsekuensinya.

Enjoy your single time! Setiap orang punya kebahagiaannya masing-masing. Baik single maupun double. Sejujurnya aku merindukan masa-masa lajangku.

LOVE

Kedoya, 17 Mei 2010
Risma Budiyani
(Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa seijin dan mencantumkan nama penulisnya).