Senin, 28 Februari 2011

COMING SOON A NOVEL "CATATAN HARIAN LAILA"

Dear all, ini adalah bocoran sedikit dari buku kelimaku yang sebentar lagi akan segera nampang di toko-toko buku kesayangan anda di seluruh Indonesia dan Insya Allah seantero jagat ;-). Novel ini adalah novel yang dibuat dengan sepenuh jiwa. Novel ini sekaligus sebagai record halaman terbanyak sebanjang saya menulis buku. Berharap, semoga buku kelima ini akan menjadi awal karirku sebagai penulis dunia. Dan semoga novel ini juga akan meramaikan jagat perfilman. Amiiiinnnnn.....

Ada yang mau jadi 'My very first reader', tentu saja namanya akan terukir di kata pengantar.Ini penawaran terbatas yah ;-)

Ok, nantikan kehadirannya segera yah! Terima kasih.


SINOPSIS



Layla, you've got me on my knees.

Layla, I'm begging, darling please.
Layla, darling won't you ease my worried mind.


Demikianlah cuplikan bait lagu Eric Clapton yang menggambarkan kekagumannya pada seorang perempuan jelita bernama Laila. Perempuan yang memporak-porandakan hatinya karena cinta.

Tersebutlah seorang perempuan bernama Laila, seorang penulis dari sebuah kantor pemberitaan ternama. Seorang perempuan sederhana yang menjunjung tinggi kesucian cinta, namun harus terperangkap dalam sebuah suratan takdir yang memilukan.

Adalah Ali, lelaki pemuja Laila. Dialah kekasih, suami sekaligus sahabat Laila. Baginya Laila adalah separuh nafasnya. Seperti layaknya pecinta gila dalam legenda, Ali ingin mempersembahkan sebuah istana cinta untuk kekasihnya Laila. Istana tempat dirinya, Laila, buah hati dan bermilyar cinta di antara mereka. Walau Ali harus menebusnya dengan sebuah perpisahan pedih.

Ramzi layaknya oase dalam padang gersang bagi Laila yang dirundung sepi. Ramzi mengajarkan Laila tentang kerasnya hidup. Bukan salah Laila bila Ramzi hadir di tengah-tengah cinta Ali dan Laila.

Ramzi seorang wartawan perang, yang belakangan diketahui Laila memiliki tanggal lahir yang sama dengan kekasihnya Ali. Ramzi dan Ali bagaikan pinang dibelah dunia. Dua-duanya memiliki sikap dan pembawaan yang sama. Laila hampir-hampir dibuat gila dengan keberadaan Ramzi yang tiba-tiba mencuri hatinya tanpa ampun. Namun sejatinya cinta Laila pada Ali tidak pernah berkurang sedikitpun.

Ramzi adalah pemuja Laila. Baginya Laila adalah bidadari dalam mimpinya. Perempuan yang selama ini dinanti di usianya yang kian senja. Ramzi diam-diam mengagumi mata Laila yang memancarkan segenap keceriaan, dan ketegaran hatinya. Semakin Ramzi mengenal Laila, semakin hatinya menggila karena cinta.

Ramzi hanya bisa mencintai Laila dalam diam, hanya dia dan Tuhan saja yang tahu. Demikian cintanya Ramzi pada Laila, hingga ia tak mampu menghancurkan kesucian cinta Ali dan Laila. Biarlah Laila hanya menjadi bidadari dalam mimpi Ramzi.

Kepada siapakah akhirnya hati Laila akan tertambat? Ali ataukah Ramzi pengagum rahasianya. Bilakah akhir kisah cinta Ali, Laila, dan Ramzi harus berakhir tragis?

Novel ini hendak menunjukkan bahwa tiada yang salah dengan jatuh cinta. Karena cinta adalah sebuah anugerah terindah dari Tuhan Yang Maha Kasih. Sedang akhir dari kisah cinta adalah sebuah pilihan yang harus dipilih.

Adalah Catatan Harian Laila yang menjalin manis setiap kisah yang kemudian menjadi saksi perjalanan kisah cinta Laila, Ali dan Ramzi.





Contoh babak Ramzi:



Ah, seandainya Ramzi menemukan Laila jauh sebelum Laila menikah. Pastilah Ramzi tidak semerana ini. Mungkin yang bersanding di istana cinta mendampingi Laila adalah dirinya bukan Ali. Lelaki beruntung, suami Laila.

“ Tuhan, mengapa hidupku terasa membelit seperti ini. Mengapa harus Laila yang hadir dalam hidupku yang gersang. Bukan perempuan lajang lainnya. Mengapa kau tidak tumbuhkan sedikit cinta pun di hatiku kepada perempuan-perempuan pengagumku. Mengapa harus Laila?” Gumam Ramzi di balik kemudi. Matanya memang terlihat memandang lurus ke depan. Namun alam pikirannya melayang jauh.

Wajah Laila berkelebat di pelupuk matanya. Senyumnya, ekspresi matanya yang melenakan, keluguannya, semangatnya, ah…..

Ramzi masih merasa ini adalah sebuah kesalahan suratan takdir. Seharusnya dirinya yang berada di sisi Laila, bukan Ali. Seharusnya dirinya, bukan Ali!

Gigi Ramzi saling bergemeratak menahan emosinya yang meletup-letup. Rasa cintanya pada Laila yang menggila, membuat dirinya posesif dan seperti menginginkan Laila seutuhnya. Tidak hanya sebagai penggemar rahasia yang hanya bisa mengagumi dari kejauhan. Yang hanya bisa bercumbu dengan bayangnya di kesenyapan yang menyiksa.

“ Arrggggggghhhhhhhh….” Ramzi bergumam.

Bagaimana bila takdir berbalik. Ali menghilang, lenyap di telan bumi. Maka mungkin, dirinya masih punya kesempatan untuk merebut hati Laila. Atau misalkan Laila harus bercerai dengan Ali. Maka dirinya akan hadir menjadi dewa penolong Laila.

Buru-buru Ramzi menepis angan bodoh sekaligus jahat itu dari pikirannya. Ramzi tidak bisa membayangkan betapa menderitanya Laila bila harus kehilangan separuh jiwanya, Ali. Tiba-tiba ingatan Ramzi melayang pada suatu waktu. Kala Laila mengungkapkan rasa hatinya.

“ Bagiku Ali adalah separuh nafasku. Aku mencintainya sepenuh jiwaku, melebihi rasa cintaku pada diriku sendiri. Kami saling memuja dan mencinta. Aku adalah tulang rusuk yang dicipta Tuhan untuknya. Bila dia pergi, mungkin aku akan mati…”

Raut wajah Ramzi berubah sedih. “ Ah… untuk apa merebut Laila bila cintanya tidak pernah ada untukku. Jangan-jangan sedetikpun diriku tidak pernah ada di hati atau pun di pikirannya.” Ramzi bergumam.


Tangan Ramzi meraih tombol Radio di samping kirinya. Dia mencari-cari saluran favoritnya. Tangan Ramzi berhenti ketika dia mendengar lagu yang tidak asing di telinganya.


Laila, you've got me on my knees.

Laila, I'm begging, darling please.

Laila, darling won't you ease my worried mind.


Yah…itu lagu Laila milik Eric Clapton. Ramzi tersenyum. Dan dirinya mulai menggerakkan bibirnya ikut bernyanyi bersama. Hati Ramzi sedemikian gembira.


“ Aku cinta kamu, Laila.” Ramzi bergumam pelan di antara bait lagu berjudul Laila itu.

Ramzi sempat membayangkan, apakah Laila-nya Eric Clapton secantik Laila-nya? Ramzi tersipu malu. Entah kekuatan dari mana yang tidba-tiba menyelusup dalam dada Ramzi hingga memantapkan hatinya. Tak penting apakah Laila mencintainya atau tidak, yang terpenting dirinya memuja dan mencintai Laila. Bilakah Tuhan tidak pernah mempertemukannya dengan Laila di Dunia. Mungkin Ramzi ingin menuntut keadilan Tuhan untuk mempertemukannya di akhirat.

Ramzi terus melajukan mobilnya menembus kegelapan malam. Mungkin Ramzi ingin mencari sebuah masjid, agar ia bisa singgah menyampaikan kerinduannya pada Illahi Rabb. Mungkin Ramzi harus sealim Ali untuk bisa mendapatkan Laila. Mungkin…ah…semuanya hanya mungkin.



Contoh Babak Ali dan Laila:


Hati Laila dan Ali bergetar ketika keduanya mulai memasuki selasar bandara. Kedua kekasih itu saling bergandengan dengan langkah gontai. Ali pun tak berniat mempercepat langkahnya menuju gerbang keberangkatan internasional, walau dia tahu waktu boarding hampir habis.Ali memegang erat tangan lembut istrinya. Rasa hatinya sungguh tak menentu.

Tepat di depan gerbang keberangkatan internasional yang lengang, langkah mereka terhenti. Ali dan Laila saling bertatapan. Ali bisa melihat mata Laila yang bengkak karena semalaman Laila menangisi kepergiannya hari ini.

Masih teringat jelas bagaimana Laila merajuk semalam, memohon kepada dirinya agar tinggal dan menemaninya di sini.


“ Cinta, tinggallah bersamaku di sini. Demi aku, demi jabang bayi di dalam kandunganku.” Laila menangis sejadi-jadinya saat itu. Kala Ali dan Laila merebah saling berhadapan di ranjangnya.

“ Seandainya aku bisa tinggal. Tetapi tugas telah menanti.” Ali berusaha keras menenangkan hati Laila seperti biasanya.

“ Tetapi aku tidak mau. Aku ingin kamu di sini bersamaku.” Nafas Laila tersengal-sengal karena memaksakan diri untuk berkata di antara tangisnya yang belum juga mereda.


“ Aku juga.” Ali dengan nafas yang tercekat.


“ Apa kau tidak cinta kepada diriku?’

Ali menempelkan jari telunjuk kanannya ke bibir Laila, menatap kekasihnya lekat-lekat sambil menggelengkan kepalanya.

“ Lantas?” Laila menatap Ali.


“ Justru karena aku sangat mencintai kamu dan anak kita, maka aku harus pergi. Aku harus bekerja keras untuk mendapatkan uang yang banyak agar dapat membahagiakan kamu dan anak kita. Aku ingin membangun istana cinta yang kita mimpikan.” Ali memaksakan diri tersenyum agar Laila berhenti menangis.


“ Tetapi aku tak ingin itu semua, Aku hanya ingin kau di sisiku seperti keluarga normal lainnya.”


“ Aku pergi takkan lama, Laila.”


“ Seberapa lama?”


“ Sampai kontrakku selesai, dan kita akan memulai hidup baru lagi sebagai keluarga yang utuh.”


“ Bagaimana bila usiaku tidak sampai hingga saat itu.” Entah apa yang merasuk dalam hati Laila, hingga dirinya berkata sedemikian. Ali hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan istrinya. Ali mendelik menatap Laila.


“ Mengapa kau berkata demikian?”


“ Karena tidak ada yang tahu kapan aku atau kamu dipanggil oleh Sang Kuasa.”

Ali memeluk Laila. “ Tidak sayang. Insya Allah tidak. Insya Allah, Tuhan memberikan kita umur panjang, melihat anak-anak kita tumbuh besar, menikah sampai memiliki cucu.” Suara Ali terdengar bergetar, seakan Ali juga ketakutan bila apa yang dikatakan Laila adalah benar. Ali memejamkan mata, ia tidak ingin membayangkan hal-hal buruk terjadi pada diri Laila. Dalam hati Ali berdoa untuk keselamatan Laila kepada Sang Pencipta.


Ali mempererat pelukannya dan membiarkan Laila menangis sesenggukan di pelukannya. Jemari tangan kanan Ali mempermainkan kerudung Laila dengan lembut. Ali menciumi kening istrinya.


“ Aku mencintaimu karena Allah, Laila.” Ali membisikannya perlahan di telinga Laila.


“ Aku sangat mencintaimu karena Allah, suamiku.” Laila susah payah mengatakannya.


Ali mencium wangi tubuh Laila dengan jelas saat ia mendekap erat. Tidak ada lagi yang mampu memisahkan mereka. Gairah Ali pun muncul, bergesekan sekian lama dengan Laila. Laila dengan perut buncitnya terlihat teramat cantik dan seksi di hadapannya. Ali membelai kerudung biru yang membalut rambut Laila dengan lembut.


Dadanya berdesir hebat. Ali benar-benar tak mampu menguasai diri. Ali memagut bibirnya yang ranum. Laila yang tak kalah bergairahnya, membalas tanpa melepaskan pelukannya. Mereka pun terbakar api asmara. Dua anak manusia mulai memadu kasih.


"Aku ingin ikut denganmu,terbang menggapai pelangi", kata Laila sambil tersedu tiba-tiba menyadarkan lamunan Ali yang sedang membayangkan percintaan dahsyatnya semalam dengan Laila.


Ali tak menyahut hanya hatinya yg berdegup kencang dan menjerit. Ali semakin mempererat pelukannya pada perempuan berperut buncit yang sangat dicintainya. Yah bagi Ali, ini adalah perpisahan terberatnya dengan Laila. Hati suami mana yang tega meninggalkan istrinya yang sedang hamil tua sendirian di rumah.


Ali memeluk Laila penuh seluruh. Matanya terpejam, hening. Begitu heningnya hingga Ali bisa mendengar deru jantung Laila yang berkejaran antara menahan tangis dan menahan gejolak. Sesekali Ali bisa merasakan si jabang bayi dalam kandungan Laila ikut protes agar Ali mengurungkan niatnya untuk pergi meninggalkannya dan Laila. Si jabang bayi sedemikian lincah menendangi perut Laila dari dalam. Ali tersenyum getir.


Ah…mengapa tiba-tiba hati Ali menjadi kecut. Hati Ali meleleh. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana istrinya yang sedang hamil 6 bulan menjalani hari-harinya tanpa seorang suami di sisinya. Bahkan Laila sendiri terlihat kepayahan membawa perutnya yang buncit.


Ali menarik nafas dalam demi membentuk sebuah kekuatan. Ali pun mulai bersenandung. Lagu yang biasanya selalu dinyanyikannya kala ia meninggalkan Laila di bandara.


"So kiss me and smile for me, tell me that you'll wait for me. Hold me like u'll never let me go. Cause I'm leaving on a jet plane..." Lama-kelamaan suara Ali mulai berat, menahan tangis. Tanggul pertahanan seakan tak mampu lagi menahan air mata Ali.


Perlahan tapi pasti, air mata Ali berlinang. Laila apalagi. Ali mencium kening dan bibir Laila dengan lembut. Tiba-tiba Ali melepaskan pelukannya dan meninggalkan Laila menuju gerbang keberangkatan internasional itu tanpa menoleh. Namun Laila tahu hati suaminya menjerit, berlinangan air mata.


Laila mengamati Ali hingga dirinya lenyap dari pandangannya. Laila berharap Ali menoleh sejenak untuk melihatnya, namun Ali sama sekali tidak melakukannya. Ali memang berusaha menguatkan hatinya untuk menoleh ke belakang melihat istrinya. Karena sekali ia melihat Laila yang sedang berurai air mata, maka melelehlah hatinya. Ali tidak sanggup melihat kekasihnya bersedih, sekalipun rasa sedihnya itu karenanya.


Laila berdiri mematung di depan gerbang yang memisahkan dirinya dengan Ali. Matanya melihat ke layar monitor. Status pesawat CX719 departed. Ia menggigit bibir. Bulir-bulir air matanya membasahi pipi. Ia menyeka air mata dan membiarkan bedaknya luntur.


“ Selamat jalan cinta, aku teramat sangat mencintaimu.” Bisik Laila sebelum berbalik menuju pintu keluar.

Sedang Ali menatap keluar jendela pesawatnya. Sejauh mata memandang, Ali hanya melihat hamparan awan putih yang menggumpal. Putih bersih tanpa noda, seputih perasaan cintanya pada Laila.


Layla, you've got me on my knees.

Layla, I'm begging, darling please.
Layla, darling won't you ease my worried mind


Tiba-tiba suara merdu Eric Clapton terdengar dari ear-phonenya. Bayangan Laila menari-nari di pelupuk matanya. Bayangan kekasih yang sangat dipuja dan dicintainya.