Kamis, 27 Desember 2012

The Sweetest Escape

Rasanya sudah lama sekali saya tidak menyentuh rumah maya ini. Hingga saya harus membersihkan debu demi debu yang bertebaran di setiap sudut rumah. Hampir setahun saya menghilang. Setahun persis setelah saya resign dari tempat yang menaungi saya selama hampir 4 tahun lebih.

Apakabar saya?

Saya memang seperti bersembunyi sejenak. Sepanjang 2012 ini, banyak hal yang terjadi pada diri saya. Tuhan memberi kejutan indah sebagai buah dari kesabaran saya. Saya akhirnya menjadi ibu. Tuhan mengganti rencana studi saya untuk meraih gelar master dengan gelar 'ibu'.

Apakah saya bahagia?

Tentu saja saya bahagia. Sebetulnya setelah saya menyelesaikan novel 'Sekuntum Laila', entah bagaimana saya yakin seyakin-yakinnya bahwa dalam waktu yang tak lama lagi saya akan menjadi ibu dari seorang bayi lelaki. Seperti ketakutan, nasib saya akan berakhir seperti Laila dalam novel saya. Dan saya juga takut bila bayi lelaki itu juga akan bernasib sama seperti Tegar dalam novel tersebut. Maka saya lari... Saya lari dari setting yang melatar-belakangi novel saya. Saya resign...saya lari dari semua hal yang membuat saya dejavu dengan novel yang saya tulis sepenuh hati 'Sekuntum Laila'. Dan ternyata itu adalah pelarian termanis sepanjang hidup saya.

Saat pihak universitas mengirimkan surat penerimaan aplikasi saya saat itu. Sebetulnya saya tidak benar-benar bungah. Saya gamang. Entah mengapa nyali saya menjadi ciut kalau saya harus hamil dan melahirkan saat saya masih berjibaku untuk menyelesaikan S2 saya di luar negeri. Dan ketika akhirnya saya gagal karena paspor lama saya yang hilang, sebentar saya memang menangis tetapi kemudian hati saya dirasuki ketenangan luar biasa.

Saya masih ingat persis bagaimana di suatu malam, di bulan Januari 2012 saya bermimpi bertemu dengan 2 bayi yang menangis. Dalam mimpi, naluri keibuan saya bangkit. Saya membopong salah satu bayi yang ternyata berjenis kelamin lelaki, membersihkannya kemudian memakaikan baju terbaik. Saat saya selesai dengan si bayi lelaki, saya mencari bayi perempuan yang tadi saya tinggalkan. Namun ternyata bayi itu sudah hilang tanpa jejak. Sejenak saya merasa bersalah karena mengabaikan bayi yang lain. Kemudian saya malah asyik sendiri dengan bayi lelaki mungil yang ada di pelukan saya. Kemudian saya pergi membawa bayi itu bersama keluarga.

Sebuah pertandakah?

Iya benar, saya hamil dan siapa sangka bayi itu memang bayi laki-laki seperti dalam mimpi. Saya hamil dalam pelarian. The Sweetest escape! Saya baru saja move on dari zona ternyaman dalam hidup saya dengan perasaan hancur. Dan masih belum terima kalau saya mesti memulai semuanya dari awal. Saya berlari sekencang-kencangnya dan menabrak semua kesempatan yang datang. Padahal saya masih belum tahu pasti mau apa.

Ketika saya hampir lelah berlari, saya justru berhenti pada satu titik. Menyadari bahwa ada kehidupan di dalam rahim saya. Ya Tuhan! Alhamdulillah. Saya bahkan hampir lupa kalau pada satu masa saya harus menjadi ibu. Tuhan seperti mempersiapkan saya melalui serangkaian peristiwa yang tidak mudah untuk dilalui. Saya pernah diteror, nyaris mati dalam sebuah kecelakaan maut, berhadapan dengan mafia, menuntut oknum korporasi internasional, berhadapan dengan pengacara internasional, dan lain-lain. Saya hampir tidak yakin, kalau saya sekarang berada di titik ini.

Saya tidak terlalu banyak bercerita kepada banyak orang. Saya hanya membagikan sekelumit cerita kepada beberapa orang hingga menjadi kepingan-kepingan puzzle yang harus disusun hingga menjadi cerita utuh. Karena tidak banyak yang bisa mengerti posisi saya. Dan ketika di awal kehamilan saya pun, saya tetap membisu. Saya membungkus rahasia itu dalam kata-kata. Ada semacam ketakutan kalau saya akan kehilangan, apabila saya terlanjur sesumbar mengekspresikan kebahagiaan akan kehamilan saya. Dan saya tidak siap untuk kehilangan dalam pelarian. -to be continued-