Salah satu kebiasaan warga Desa Bojong Cae yang sempat membuat kami tak sanggup berkata-kata, tercengang tanpa ampun, menggeleng-geleng, menelan ludah, mual, tenggorokan tercekat tak bisa bernafas karena menahan bau tak sedap sembari menutup hidung adalah 'dolbun' alias 'modol di kebun'. Bagi yang awam bahasa kampung, baiklah aku akan bantu menjelaskan. Modol artinya buang air besar.
Primitif memang! Warga desa tidak pandang bulu, baik laki-laki atau perempuan, baik anak-anak dan orang tua punya kebiasaan buruk dalam melepas hajat besar. Biasanya mereka melakukannya di pagi buta atau di malam gelap. Tidak perlu keluar rumah dengan mengendap-endap, karena semua mafhum adanya. Keluar rumah dengan membawa penerang seadanya kemudian mencari posisi yang nyaman di kebun atau di bawah pohon untuk melepaskan birahi 'hajat besar'. Agghhhhhh! Setelah terlepaskan segera pergi ke sumur terdekat untuk membilas buritan. Kemudian semuanya kembali berlangsung normal.
Bisa dibayangkan betapa banyak kotoran manusia yang bertebaran di kebun dan jalanan. Bau menyengat, lalat beterbangan menyebarkan bibit penyakit. Pokoknya mengerikan! Kucing di rumahku masih lebih pandai. Si Polly kucing belang hitam-putih di rumahku, malah telah mengenal kegunaan WC untuk buang hajat sejak berusia 5 bulan. Oke, kalau ini berlebihan. Maka si manis kucing liar belang tiga primadona para kucing di gang rumahku masih lebih baik. Dia dengan lincahnya menggali, kemudian menutup kotorannya dengan tanah.
Mengerikan sekali melihat bokong-bokong orang yang bersiap melepaskan 'ranjau-ranjau' berbahaya di semak-semak. Belum lagi mendengar lenguhan-lenguhan bertenaga demi mengeluarkan sisa proses pencernaan yang sudah tidak berguna. Lebih mengejutkan bila sedang asyik-asyiknya menyelusuri kebun, kaki anda terjebak 'ranjau'. Maka anda akan kehilangan selera makan selama berminggu-minggu. Menjijikkan!
Sebagian besar warga Bojong Cae tidak teredukasi dengan baik masalah sanitasi dan kesehatan. Parahnya mereka tidak menganggap penting keberadaan WC di dalam rumah. Lebih mengherankan, banyak juga rumah bagus berdinding bata yang sama sekali tidak memiliki WC. Padahal mereka punya kamar mandi. Sepertinya WC bukanlah pelengkap dari kamar mandi. Yah, kalau rumahnya berdinding bilik mungkin aku maklum. Tapi ini? Wah......
Saat ditanya alasannya, rata-rata mereka akan menjawab,
"Yah itu mah sudah biasa neng! Kalo pake WC kan repot mesti bikin septic tank juga. Yah kita mah gak mau repot. Tapi mah sekarang udah banyak yang modol di kali".
Waduh.....!Modol di kali tidak lebih baik dengan modol di kebun. Sama-sama tidak berbudaya dan tidak sadar lingkungan.
Sudah banyak memang kaum terpelajar yang mulai menyebarkan pentingnya sanitasi lingkungan bagi kesehatan. Para petinggi desa tidak menutup mata. Penggerak posyandu yang dipimpin oleh seorang bidan cantik bahu-membahu memberikan penyuluhan kesehatan. Mungkin bagi kalangan muda, dolbun benar-benar tidak lagi modern. Maka mereka mulai malu meneruskan tradisi itu. Tetapi tidak bagi barudak dan kolot.
Hal ini yang membuat Desa Bojong Cae mendapat kucuran dana biaya pembangunan WC umum dari pemerintah. Namun kala itu jumlah WC umum masih terbatas dan belum menjangkau dusun-dusun yang ada di pelosok Bojong Cae. Beberapa menggunakan model kakus 'cemplung' di beberapa titik di kali Ciujung.
Maka salah satu program kerja kami selama di Bojong Cae adalah mengadakan kampanye anti dolbun. Menyelipkan kesadaran akan pentingnya sanitasi lingkungan, karena kebersihan adalah hal yang tak terpisahkan dari kesehatan. Kesehatan adalah nikmat yang teramat mahal harganya.
p.s. Nantikan kisah selanjutnya!
Primitif memang! Warga desa tidak pandang bulu, baik laki-laki atau perempuan, baik anak-anak dan orang tua punya kebiasaan buruk dalam melepas hajat besar. Biasanya mereka melakukannya di pagi buta atau di malam gelap. Tidak perlu keluar rumah dengan mengendap-endap, karena semua mafhum adanya. Keluar rumah dengan membawa penerang seadanya kemudian mencari posisi yang nyaman di kebun atau di bawah pohon untuk melepaskan birahi 'hajat besar'. Agghhhhhh! Setelah terlepaskan segera pergi ke sumur terdekat untuk membilas buritan. Kemudian semuanya kembali berlangsung normal.
Bisa dibayangkan betapa banyak kotoran manusia yang bertebaran di kebun dan jalanan. Bau menyengat, lalat beterbangan menyebarkan bibit penyakit. Pokoknya mengerikan! Kucing di rumahku masih lebih pandai. Si Polly kucing belang hitam-putih di rumahku, malah telah mengenal kegunaan WC untuk buang hajat sejak berusia 5 bulan. Oke, kalau ini berlebihan. Maka si manis kucing liar belang tiga primadona para kucing di gang rumahku masih lebih baik. Dia dengan lincahnya menggali, kemudian menutup kotorannya dengan tanah.
Mengerikan sekali melihat bokong-bokong orang yang bersiap melepaskan 'ranjau-ranjau' berbahaya di semak-semak. Belum lagi mendengar lenguhan-lenguhan bertenaga demi mengeluarkan sisa proses pencernaan yang sudah tidak berguna. Lebih mengejutkan bila sedang asyik-asyiknya menyelusuri kebun, kaki anda terjebak 'ranjau'. Maka anda akan kehilangan selera makan selama berminggu-minggu. Menjijikkan!
Sebagian besar warga Bojong Cae tidak teredukasi dengan baik masalah sanitasi dan kesehatan. Parahnya mereka tidak menganggap penting keberadaan WC di dalam rumah. Lebih mengherankan, banyak juga rumah bagus berdinding bata yang sama sekali tidak memiliki WC. Padahal mereka punya kamar mandi. Sepertinya WC bukanlah pelengkap dari kamar mandi. Yah, kalau rumahnya berdinding bilik mungkin aku maklum. Tapi ini? Wah......
Saat ditanya alasannya, rata-rata mereka akan menjawab,
"Yah itu mah sudah biasa neng! Kalo pake WC kan repot mesti bikin septic tank juga. Yah kita mah gak mau repot. Tapi mah sekarang udah banyak yang modol di kali".
Waduh.....!Modol di kali tidak lebih baik dengan modol di kebun. Sama-sama tidak berbudaya dan tidak sadar lingkungan.
Sudah banyak memang kaum terpelajar yang mulai menyebarkan pentingnya sanitasi lingkungan bagi kesehatan. Para petinggi desa tidak menutup mata. Penggerak posyandu yang dipimpin oleh seorang bidan cantik bahu-membahu memberikan penyuluhan kesehatan. Mungkin bagi kalangan muda, dolbun benar-benar tidak lagi modern. Maka mereka mulai malu meneruskan tradisi itu. Tetapi tidak bagi barudak dan kolot.
Hal ini yang membuat Desa Bojong Cae mendapat kucuran dana biaya pembangunan WC umum dari pemerintah. Namun kala itu jumlah WC umum masih terbatas dan belum menjangkau dusun-dusun yang ada di pelosok Bojong Cae. Beberapa menggunakan model kakus 'cemplung' di beberapa titik di kali Ciujung.
Maka salah satu program kerja kami selama di Bojong Cae adalah mengadakan kampanye anti dolbun. Menyelipkan kesadaran akan pentingnya sanitasi lingkungan, karena kebersihan adalah hal yang tak terpisahkan dari kesehatan. Kesehatan adalah nikmat yang teramat mahal harganya.
p.s. Nantikan kisah selanjutnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar