Minggu, 19 Oktober 2008

Bule Masuk Kampung II: Tiba



"Are you sure we'll stay here?"
, suamiku bertanya saat kami tiba.

"Yes", sumringah. Suamiku hanya tersenyum, namun masih dengan gurat kelelahan.

Setelah beramah-tamah sejenak. Sang tuan rumah pun menggiring kami ke kamar masing-masing. Aku dan suamiku dapat kamar dengan balkon, pemandangan menghadap sawah. Jangan dibayangkan ini adalah istana atau hotel atau apa. Ini hanya rumah biasa hanya saja bertingkat.

Rumahnya sederhana walau bertembok dan berkapur putih. Ada halaman dengan kolam ikan patin. Di paviliun depan adalah ruang praktek dokter sepupuku, Mas Bambang anak kedua Budeku. Ada teras dengan kursi-kursi rotan. Di sebelahnya ada semi garasi berisi 1 motor jadul tahun 1978, 2 sepeda kumbang dari zaman gigit besi, 2 motor normal era millenium, mobil minivan merah besutan Suzuki tahun 90-an.

Masuk ke ruang tamu sekaligus ruang tengah, ada 3 meja yang disusun memanjang dengan aneka toples dan kaleng kue di atasnya. Maklum ini kan suasana lebaran. Tradisi desa, orang-orang yang bersalaman tidak hanya mampir di depan rumah tetapi 'wajib' masuk dan mencicipi makanan kalau tidak mau disebut tidak sopan. Makanya tidak heran walau rumah kecil dan tidak sejahtera, mereka berusaha keras untuk menyediakan kue-kue sebanyak mungkin. Jangan heran, satu meja kecil bisa cukup untuk 5 toples berisi kue kering atau kacang goreng.

Pemilik rumah itu adalah Pakde Sindi dan Bude Sum. Walaupun saudaraku banyak, itu dalah salah satu tempat persinggahan favorit keluargaku. Kami disini merasa seperti di rumah sendiri. Semua menerima kami dengan suka cita dan penuh keikhlasan. Kami selalu rindu rumah itu.

Walau rumah ini sebenarnya amat sangat ramai oleh 3 orang cucu Bude dan Pakde. Penghuni rumah itu selain Pakde dan Bude ada Mas Bambang dan istrinya yang cantik dengan ketiga anaknya. Ada pasangan baru si bungsu Fifi dengan suaminya yang cuma sekali-sekali saja menginap. Sedang Mbak Heri, suami dan 2 anaknya tinggal terpisah.

Suamiku sempat tidur lebih dari 2 jam, sebelum terbangun dalam keadaan lapar. Pagi ini dia belum makan apa pun. Hanya minum secangkir kopi. Ibuku dengan saudara lain berkeliling mencari roti layak makan. Maklum Purworejo adalah kota kecil, saking kecilnya Ibuku harus ke kota untuk mendapatkan roti. Suamiku sepertinya agak dimanja oleh ibuku. Mungkin karena dia mendapatkan anak kesayangannya yang istimewa.

Aku terlalu asyik dengan sepupuku yang lain. Hingga aku tidak menyadari suamiku sudah bangun. Dia membawa handuk, siap untuk mandi.

Kamar mandi ala kampung memang agak unik. Walau Budeku sudah merupakan rumah yang tergolong bagus. Kamar mandi masih terpisah dari bangunan utama. Letaknya di belakang dekat sumur. Agak terpisah memang. Kamar mandi dibagi menjadi dua. Kamar untuk mandi dan kamar sempit untuk kakus. Kamar mandi juga tidak bisa dibilang luas. Karena memang hanya ada bak berlumut terbuat dari batu-bata yang sudah disemen. Aliran air langsung dari pipa air tanah. Lantai? lantainya hanya peluran yang juga sudah sedikit berlumut.

Saat itu hanya ada adikku yang berada didekatnya.

"Novan, could you please show me where is the clean water?" Suamiku dengan sopan.

"Come on!" Adikku berjalan dimuka diikuti suamiku.

"Here is the clean water", adikku menunjuk pada air di dalam bak berlumut.

"Ok" agak kaget tetapi suamiku pandai menyembunyikan kekagetannya.

"Then show me how to take shower?" Pertanyaan standar ala bule. Suamiku yang sama sekali belum pernah bersentuhan dengan gayung saat mandi. Apalagi ini kamar mandinya agak unik.

Adikku memperagakan ala orang mandi. Suamiku mengangguk.

"Got it?"adikku.

"Yeah......." Sumringah.

Aku melihat suamiku keluar dari kamar mandi. Aku tersenyum.

"How was the clean water?" aku menggoda.

"Not bad" singkatnya sambil tersenyum.

"Sayang, I peeped from holes in bathroom Bude was cooking. She used traditional stoves with firewood. Wow it was cool" suamiku menceritakan dengan berapi-api memperlihatkan keheranannya. AKu hanya tersenyum simpul.

"Ok, let's have eat. I cooked pizza with scrambled egg and melon juice for your late breakfast". Hahaha..sempet-sempetnya di kampung masak makanan bule. Kontan saja suamiku bungah ditawari makanannya.

(bersambung)






Tidak ada komentar: