Senin, 13 Oktober 2008

JAUH DI MATA DEKAT DI HATI


Terkadang perpisahan malah lebih bermakna dari sebuah pertemuan. Dengan perpisahan, kita jadi lebih mampu memaknai sebuah peretemuan. Sesingkat apapun pertemuan akan menjadi lebih bermakna. Suatu ketika pertemuan itu datang kembali, kita akan mensyukuri setiap detik yang terlewatkan. Pahit atau pun manis, terasa indah.

Aku tidak akan berkata seperti ini. Kalau aku tidak pernah tahu bagaiamana rasanya. Dulu aku penentang hubungan jarak jauh. Aku pernah serta-merta menjadi sinis mengomentari tentang seseorang di masa lampau yang harus berhubungan jarak jauh dengan sang suami. Sang suami harus bertugas di kilang minyak negeri Arab, sedang sang Istri dan anak-anaknya tinggal jauh di Bogor. Berbulan-bulan tidak bertemu, namun tetap merajut kasih dan mimpi bersama. Dengan berbekal kesetiaan dan iman.

Waktu itu, aku sempat bersumpah-sumpah. "Lebih baik tidak menikah kalau aku harus terpisah dengan pasangan jiwa. Gila! Bagaimana jika aku rindu? Lantas bagaimana aku tahu keadaan dia?".

Ternyata aku kini adalah pelaku 'Pernikahan Jarak Jauh'. Percaya atau tidak, aku sempat menarik diri dari pergaulan. Aku capek kalau mereka bertanya tentang keberadaan suamiku. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk datang ke acara buka bersama teman seangkatanku di AGB 37 IPB.

Subhanallah!!!

Aku bertemu dengan pelaku lain. Ada pernikahan lintas propinsi. Jakarta-Jepara, sang suami berdinas di Jepara sedangkan sang Istri harus berkarir di perusahaan asuransi terkemuka di Jakarta. Mereka hanya bertemu semalam dalam seminggu. Sang suami bertolak ke Jakarta sepulang kerja di Hari Jumat. Sampai di stasiun Gambir, Sabtu pagi. Bertolak ke Jepara minggu sore. Fiuh!!!

Ada juga pasangan suami Istri lintas pulau, Jakarta-Samarinda. Sang suami bekerja di sebuah bank swasta di Jakarta. Sedangkan sang Istri bekerja di bank pemerintah di Samarinda. Keduanya sama-sama sedang meniti karir dan lumayan mapan. Alhasil mereka harus mengalah, berkorban sampai waktunya tepat. Sedihnya sang Istri keburu hamil. Sang suami hanya datang menjenguk sekali dalam sebulan. Terbang Jumat malam sepulang kerja, kembali Minggu sore. Itu pun sekalian mengantar istri ke dokter.

Adalagi pasangan suami istri lintas negara, Jakarta-Singapura. Paling tidak mereka harus berkorban hingga tahun depan. Sampai sang istri hijrah ke Negeri Singa.

Terus pasangan yang cukup fenomenal adalah aku, Jakarta-Amerika. Bisa dibayangkan betapa jauhnya itu. Kalau seandainya dikalkulasi secara matematis. Perjalanan dengan pesawat terbang Jakarta-Amerika tanpa transit rata-rata 20 jam. Jakarta-Jogya membutuhkan waktu 45 menit dengan pesawat, 12 jam dengan mobil. Jadi kalau ke Amerika menggunakan mobil. Maka akan membutuhkan waktu lebih dari 10 hari. Sama-sama melelahkan.

Aku sering membesarkan diriku, bahwa ini tidak akan lama. Tahun depan, semua akan berakhir dengan senyuman. Pengorbanan akan berbuah manis. Aku akan menyusul.........Insha Allah.


Tidak ada komentar: