Minggu, 19 Oktober 2008

Bule Masuk Kampung IV: Western Toilet Where Are You?



Suatu ketika suamiku mendekati adikku yang terkecil.

"Aldi, would you please to teach me how to use that toilet?" Suamiku akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

Aldi kecil dengan lincahnya menunjukan toilet yang lebih pantas disebut kakus. Tempatnya sempit dan sedikit 'horor' karena sempitnya dan gelap walaupun sudah dibantu lampu bohlam. Suamiku mengikuti dari belakang. Setelah sampai di tempat yang dituju, adikku menoleh ke arah suamiku dengan bertanya-tanya.

"Show me how to use that", suamiku melambatkan bicaranya sambil menggunakan bahasa tubuh. Maklum adikku masih SD dan dia tidak bersekolah di sekolah internasional. Jadi agak kesulitan memahami bahasa Inggris.

Tampak adikku masih bingung. Atau malah malu-malu karena adikku harus memperagakan bagaiman acaranya berpose di toilet kampung itu. Adikku menatap suamiku, hanya untuk memastikan apakah ini benar-benar permintannya. Maklum permintaannya tergolong aneh. Akhirnya adikku mencontohkan step by step bagaimana menggunakan toilet. Lepas celana, jongkok, berusaha rileks, tunggu sejenak, setelah selesai gunakan gayung untuk membersihkan semuanya. Suamiku mengangguk-angguk. Setelah adikku mencontohkan selama 3 menit. Giliran suamiku......Yah....hanya dalam bilangan 10 menit, dia keluar lagi.

"Subhanallah......I really can't use that", dia menatap lemas ke arahku.

Aku hanya membesarkan, "Next time Insha Allah better" sambil menyunggingkan senyum paling manis.

Sepertinya reaksi biologis suamiku langsung hilang sesaat setelah jongkok. Hilang selera dan mengurungkan niat untuk buang hajat. Hihihi.........sama saja ketika saudara kampungku harus berkunjung ke apartemen dan rumah kami. Kebingungan saat akan buang hajat, karena tidak terbiasa dengan WC duduk ala bule.

Aku pikir suamiku tidak dua kali itu berusaha menggunakannya. Suamiku tidak menyerah untuk menggunakannya. Bahkan tengah malam. Aku tahu, karena aku tidak benar-benar terlelap. Suamiku selalu terdengar ribut, saat terjaga. Walau dia sudah berusaha sehalus mungkin melangkah dan membuka pintu. Tetapi aku tetap terjaga.

Well, usahanya benar-benar tidak berhasil.

Keesokan harinya seorang sepupu menawarkan rumahnya yang berjarak 30 menit dari penginapan kami. Rumahnya memiliki WC duduk sederhana. Kenapa sederhana? karena flushnya masih menggunakan engkol tidak sophisticated seperti biasanya. Tetapi lumayan lah.

Karena seisi rumah sudah geger perihal suami ku yang tidak bisa pub selama 3 hari karena masalah toilet. Akhirnya aku merayunya untuk mau pergi ke rumah sepupuku. Awalnya ia sempat menolak, karena menurutnya amat sangat tidak sopan bila kita singgah hanya untuk toilet. Padahal dia belum mengenalnya.

Aku meyakinkan bahwa terkadang kearifan budaya Indonesia membuat itu tak jadi soal. Alangkah tidak sopannya bila si empunya rumah sudah dengan ikhlasnya menawarkan kita menolak. Itu sama saja menyakiti perasaannya. Akhirnya suamiku pun menurutiku. Aku menciumnya mesra. Karena terus terang ini adalah rayuan terdahsyat dalam sejarah percintaan kami.

Kami pun berangkat dengan mobil kami. Tidak hanya kami, tetapi 3 orang anak kecil. Sepupuku dengan suaminya, adikku dan seorang supir. Seperti akan piknik. Hahahah.........Dasar orang kampung!

Perjalanan selama 30 menit mungkin sama saja dengan 1.5 jam jalan di kota dengan macet. Bisa dibayangkan sejauh apa lokasinya. Benar saja. Rumah sepupu ku itu jauh di 'ujung berung'. Rumahnya mungil namun cantik di tengah-tengah pematang sawah, tak jauh dari bibir pantai. Anginnya masih angin pantai, berhembus kencang dan membuat masuk angin.

Dan yang terpenting ada WC duduknya. Kamar mandinya cukup baik, bersih dan amat sangat modern untuk ukuran kampung. Lantainya keramik dan bersih. Pertanyaannya apakah suamiku berhasil melepaskan hajatnya???


Tidak ada komentar: