Senin, 27 Oktober 2008

Kucing Penjaga

Kucing Penjaga

Beberapa hari ini aku disadarkan oleh kehadiran kucing-kucing penjaga yang datang secara ajaib, entah darimana asalnya untuk menjagaku. Ada kucing berwarna Gold, belang tiga (hitam-kuning-putih), dan hitam-putih, abu-abu.

Aku memang baru menempati rumah baru dan sudah lebih dari seminggu aku ditinggal suamiku ke negeri seberang. Mungkin untuk jangka waktu yang cukup lama. Karena suamiku yang hanya buruh dari sebuah perusahaan finansial Internasional tak bisa lagi berleha-leha seperti biasa. Setelah krisis finansial global menghantam dunia. Perusahaan-perusahaan yang menjadi clients perusahaan tempat suamiku bernaung satu persatu berguguran seperti dedaunan di musim gugur. Tidak ada yang bersisa selain kenangan, kerugian dan ratapan tangis pegawai dan keluarga.

Suamiku termasuk yang beruntung, walau divisinya ditiadakan sehari setelah sang bos dipecat. Suamiku tetap dipertahankan. Suamiku bahkan sempat dikirim untuk mengikuti konferensi Internasional di Paris. Suamiku nyaris limbung mengetahui pimpinannya dipecat. Itu nyaris seperti kartu mati. Keluarga kami masih membutuhkan banyak uang. Bisnis impian kami masih membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pemecatan sepihak adalah kiamat bagi kami. Bagaimana kami membayar tiket pesawat, telpon, dan tetek-bengek rumah tangga.

Allah Maha Adil. Allah mendengar doa kami. Tetapi konsekuensinya kami harus terpisah lebih lama dari sebelumnya. Sampai aku punya cukup nyali untuk hijrah ke negeri Paman Sam, dengan meninggalkan segenap impian tentang karir.

"Kalau tahun depan kamu masih bertahan. Lebih baik aku yang mengalah demi mimpimu. Aku akan berhenti bekerja", begitu kata suamiku.

"Tidak!"

Aku membayangkan betapa nanti aku hanya ibu rumah tangga biasa dengan anak-anak. Aku lebih banyak bergantung pada suamiku. Bahkan untuk beberapa rupiah seharga pembalut wanita. Tetapi mau tidak mau itu adalah pilihan yang telah kupilih sebelum aku menikah dengannya.

"Kamu masih bisa memiliki uang atas dasar harga diri dari skenario dan buku-bukumu", Suamiku berusaha membesarkan hatiku yang galau.

Kembali tentang kisah kucing-kucing penjaga. Kucing-kucing itu selalu tidur di teras depan dekat pintu sepanjang malam hingga pagi menjelang. Terkadang si kucing jantan yang paling besar merebahkan diri di atap loteng atau atap kamarku. Saat aku menangis ketika rindu, kucing-kucing itu pun ikut mengeong seperti ingin merayuku agar tak usah bersedih.

Anehnya, aku tak pernah dapat menyentuhnya. Setiap kali aku ingin menyentuhnya maka mereka akan lekas menghilang dari hadapanku. Sesekali aku melihat mereka mengintip dari balik jendela mengawasiku. Dengan kaki depan menyentuh kaca seperti dalam posisi berdiri. Sesekali aku memergokinya. Mengerikan sekali membayangkan matanya menyelidik ke dalam, memastikan aku baik-baik saja.

Kucing-kucing itu seperti temanku dalam bisu. Mereka tidak dapat disentuh tetapi selalu ada ketika aku membutuhkan penjagaan. Aku pikir, jangan-jangan mereka adalah Guardian Angel dalam raga kucing. Siapa tahu Wallahu Alam.

Tidak ada komentar: