Kamis, 30 Oktober 2008

KETIDURAN



Aku memulai hari ini dengan sebuah kebodohan. Hari ini memang aku memulai hari terlalu pagi. Bukan karena aku berburu waktu karena sesuatu sebab. Tetapi lebih pada aku benar-benar tidak bisa tidur semalam. Aku baru terlelap selepas tengah malam. Itu pun setelah suamiku merayuku untuk segera pergi tidur. Setelah aku meratap betapa aku merindukannya.

"Lalu apa yang harus kulakukan, Cinta?" "Aku ingin kamu pulang besok pagi".

"Cinta, bagaimana mungkin? Aku baru saja ditransfer di divisi baru. Dan aku salah satu dari sedikit orang yang beruntung, tidak dirumahkan akibat krisis finansial global yang meluluh-lantakkan sebagian besar klien kami. Konsekuensinya, aku harus bekerja lebih keras. Demi kita, demi impian kita. Lagipula baru dua minggu aku pergi".

"Aku hanya ingin kamu pulang. Walau aku tahu alasannya. Mengapa kau tak gunakan sayapmu agar kau bisa menemuiku malam ini".

"Sayap...sayapku kupinjamkan kepada burung pelatuk. Katanya dia akan mengembalikannya pagi ini. Tetapi hingga sore menjelang. Ia belum kembali. Lantas aku harus pakai sayap siapa?" Suamiku terdengar serius menanggapi hayalanku. Makanya dia sejoli aku, karena dia yang paling mengerti aku. Aku tertawa di tengah-tengah tangisanku.

Aku tidak pernah sepayah itu sebelumnya. Beberapa hari ini aku memang agak tertekan. Beberapa hal menimpaku. Termasuk tukang sofa bodoh yang bisa salah dan tidak menemukan PO pesanan sofaku yang sudah kubayar. Aku merasa sendirian.

"Sayang, aku tidak mungkin menemuimu besok. Kalau kau mau, kau yang berangkat besok pagi ke Manhattan".

"Tidak mungkin. Tahun ini aku sudah berhutang 6 hari jatah cuti. Aku hanya memiliki 6 hari cuti untuk tahun depan", aku memelas.

"Lantas?" "Aku tahu aku harus menunggumu".

"Cinta, begitu pun aku harus menunggu. Paling tidak hingga US Election selesai. Semoga krisis tidak bergejolak. Kalau aku nekat menjumpaimu. Aku bisa dirumahkan juga. Dan tidak mungkin kita hidup dengan uang gajimu".
Aku tertawa, "Jelas tidak mungkin".

Kami berbicara hingga larut malam. Hingga suamiku menina-bobokan aku dengan 'lullaby' indah. Aku pun tertidur. Aku lelap, hingga suamiku membangunkan untuk shalat subuh.

Sebenarnya aku tidak benar-benar bangun. Aku masih mengantuk. Walau aku masih sempat membuat pancake bekal sarapanku di kantor, mandi, berdandan, mengunci rumah sebelum meninggalkannya. Aku masih berada di antara ada dan tiada. Mengantuk.

Sepanjang perjalanan angkot menuju CIleduk. Aku masih bisa menhan diri untuk tidak terlelap. Hanya tidur-tidur ayam yang tetap terjaga. Namun prahara menimpa ketika aku benar-benar tidak bisa menahan kantuk dalam perjalanan bis P16 jurusan Cileduk-Tanah Abang.

Aku benar-benar terlelap. Saat aku terjaga, aku baru menyadari bahwa bis sudah membawaku ke Slipi.

"Whuat...?!? Astaghfirullahal adzim!"

Aku panik. Aku segera turun setelah sebelumnya membuat kehebohan agar supir menghentikan bisnya. Aku pun turun diikuti dengan tatapan aneh para penumpang. Aku terpaku sebentar di pinggir jalan. Aku butuh waktu untuk mengumpulkan nyawa yang sempat tercerai-berai saat aku terlelap di bis tadi. Karena aku butuh berpikir jernih untuk rencana selanjutnya.

Ojek...yah Ojek. Aku pun menyerpu pengemudi ojek di seberang jalan. Tanpa menawar,

"Metro TV, bang!"

Tanpa menunggu lama, si supir segera tancap gas. Aku segera mengetik sms singkat untuk suamiku.

"Do you know what has happened, cinta? I was overslept in the bus. When I woke up, I realized that I had passed my office. It was so far from office. Now, I'm taking ojek to office".

Suamiku balas meneleponku. Dia tertawa terbahak-bahak. Dia sempat berkata

"It happened to me many times on subway. Its embarassing huh? Insha Allah that will be the most stressful part of your day".

Aku tidak akan pernah lagi ketiduran di bis.

Tidak ada komentar: