Senin, 08 September 2008

Sumi Jadi Caleg

SUMIYATI, begitu aku memanggilnya. Temanku di kampus biru, gadis Parung yang melepas masa lajang di semester 2. Kemudian di semester-semester akhir aku dan dia jadi teman dekat. DIa juga yang membuat aku memberanikan diri menulis 'Surat Cinta Saiful Malook'. Dia saksi yang tidak bisu dari sekian banyak perjalanan hidupku.

Aku dan dia adalah sahabat baik. Dulu kami banyak bercerita tentang hidup. Hingga akhirnya kami terpisahkan oleh kesibukan masing-masing. Aku melanglang meraih mimpi dengan melacurkan otak di dua perusahaan hingga akhirnya aku menetapkan diri menjadi penulis. Sahabatku ini selalu hadir di setiap langkah keberhasilanku. Hingga ketika aku diundang menjadi pembicara di sebuah radio bertaraf nasional. Dia pun turut serta berbicara, karena dia saksi perjalanan aku dan Saiful Malook.

Ketika aku susah dan senang, dia pasti selalu ada. Tetapi tidak begitu sebaliknya. Aku terlalu sibuk dengan duniaku. Kami hanya mengobrol basa-basi. Mungkin dia juga sibuk berjuang untuk lulus dari kampus biru di tahun ketujuh. Walau akhirnya dia lulus juga tahun ini.

Singkat cerita beberapa minggu lalu, aku mendapatkan pesan singkat di HPku."Please help me!"

Namun karena aku terlalu sibuk kala itu. Aku lupa untuk membalasnya. Hingga sabtu lalu dia mengirimkan sms lain."Please call me!"

Aku yang masih berada di antara alam nyata dan mimpi, tergelitik juga untuk meneleponnya."Assalamualaikum, whats up girl?"

Sumi menimpali, "Walaikumsalam. .....""Whats up. Maaf baru sempet telepon""Tidak apa, aku mengerti kok. I really need your help now".

"Anything jika aku masih mampu pasti aku bantu".

Sumi seperti menghela nafas sebelum mulai berkata, "Sudah beberapa bulan ini aku dinobatkan jadi caleg untuk wilayah kota Bogor".

Aku kontan kaget, "Whuat?!? jangan bercanda deh".

Sumi menimpali dengan cekatan, "Ini serius. Partai itu kurang kuota perempuan untuk wilayah Bogor. Aku dicalonkan. Bahkan aku tidak perlu membayar uang apa pun untuk itu seperti caleg lain."

Aku menyerah, aku berusaha mafhum tentang keseriusan dia "Partai apa?"

" Partai X"

Aku tak sabar ingin menimpali, sebelum dia selesai berbicara, "Waduh mi, itu partai yang 'nggak banget' buat aku.

Lantas apa yang harus aku bantu?"Sumi mulai merayu, "Kan suamimu bule tuh. Kamu pasti banyak uang. Aku butuh uang untuk dana kampanye. Jumlahnya hanya sekian juta. Kira-kira kamu bisa bantu aku berapa?"

Aku tersedak mendengar itu, "Aduh mi, kalo aku punya banyak uang. Aku tidak mungkin mengontrak di apartemen. AKu pasti langsung beli rumah. Nah ini rencananya aku baru akan pindah rumah, lebaran ini. Makanya aku agak pusing tujuh keliling nih."

Sumi mafhum, "Wuah, sayang sekali. Kira-kira siapa yang bisa bantu yah?"

Aku yang penasaran mulai melontarkan pertanyaan, "Sumi kenapa kamu terlintas untuk jadi caleg? Kamu tahu kan kalo duitmu nanti bakal hilang percuma kalo tidak terpilih. Apalagi kamu dari partai 'burem'. Kamu tahu tidak kalau banyak korban yang akhirnya jadi gila. Sudah hilang duit banyak, lalu keluarga berantakan. Duh, sebagai sahabat aku berusaha menasihati sekali lagi yah. Sebelum terlambat", Agak emosi.

Sumi mulai melempem, tetapi masih dengan nada berapi-api, "Iya sih aku mengerti. Aku juga paham partai-ku ini bukan partai yang gemilang. Aku juga mengerti resikonya. Aku mau dicalonkan jadi caleg. Karena aku peduli dengan bangsa ini. Kamu tahu, di partaiku. Akulah satu-satunya yang paling 'bener' dan sarjana. Kebanyakan mereka bukan orang 'melek ilmu' tapi banyak duit. Juragan tanah. Kamu tahu sendiri mau jadi apa Bogor kalau anggota DPR/DPRD-nya macam kayak begitu? Bisa-bisa semakin 'blangsak'. Mereka membeli suara dengan uang. Semacam serangan fajar begitu. Nah aku caleg paling kere yang idealis. Aku butuh uang itu untuk spanduk, kaos, dan atribut. Masak namaku tercantum sebagai caleg, tetapi aku tidak berusaha sama sekali".

Aku menyadari kalau Sumi benar-benar serius. Aku mulai menanyakan hal prinsipil, "Apa visi dan misi kamu?"

Sumi agak kelimpungan, "Visi dan misi. Mmmmhhhhh... ......"

Aku menang, "Rakyat sekarang sudah pintar....mereka juga ingin tahu visi dan misi calegnya. AKu bisa bantu kamu buat blog. Official blog untuk kamu kampanye. Tapi please jangan bebani aku untuk mengarang visi dan misi kamu. Lebih baik sekarang kamu pikirkan dulu. Kemudian kabari aku, Senin akan kubuat blogmu. Aku juga akan bantu sebarkan ke alumni kampus biru angkatan kita. Mudah-mudahan mereka bisa membantu".

"Ok thanks ya", ujar Sumi pelan."

Satu pesan aku. Shalatmu dibenerin, dekatkan diri ke ALLAH SWT. Aku takut kamu seperti calon Bupati di Tanah Jawa yang akhirnya kehilangan kewarasan, bangkrut dan kehilangan keluarga karena gagal", tak lupa aku menitipkan pesan.

Sumi riang, "Sip..."Akhirnya perbincangan kami kala itu berakhir.

Aku masih pusing memikirkan Sumi. Dan aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi dengan dia. Kala aku agak linglung. Suamiku mengagetkanku, "Beloved, whats up?"

Aku terkejut, "Nothing just something bothered me"Dia tersenyum padaku, "What?"Aku balas senyuman manisnya, "Nothing cinta. Do you still remember with my bestfriend Sumi?"

Suamiku mengangguk. Aku melanjutkan, "She's a senator candidate of Bogor".

Suamiku terkesima, " Oh really?"Yah dia Sumiyati, adalah temanku. Dia caleg dari partai X di wilayah pemilihan kota Bogor. Aku yakin, niatnya bagus. Tetapi dia terlalu naif di dunia politik yang sedemikian kejam. Saya takut dia kenapa-napa. Saya pun mendukung niat sucinya, menjadi anggota DPRD yang paling 'bener' di antara yang 'keblinger'. Tetapi siapa yang bisa jamin?

Tidak ada komentar: