Senin, 03 November 2008

Aku Juga Manusia

Tiba-tiba aku meradang dan balik menangisi nasib yang sama sekali tidak pantas untuk ditangisi. Sebuah pilihan hidup yang kupilih dengan sukarela dan sukacita, tiba-tiba terasa menyakitkan. Bukan karena hidup yang tiba-tiba berbalik 180 derajat dari yang aku impikan. Bukan karena kekasihku tidak memperlakukanku dengan baik. Bukan, Demi Tuhan bukan!

Aku terkesiap dengan kenyataan hidup yang tidak terbayangkan sebelumnya. Walau aku paham dengan amat sangat yakin, bahwa Allah tidak akan menguji hambanya di luar kemampuan hambanya. Aku merasa berhak untuk protes. Mengapa harus aku yang dipilih? Terpilih menjadi perempuan istimewa dari ratusan juta perempuan di dunia. Apakah aku harus merasa terhormat? Atau aku harus merasa terpasung dalam dilema. Aku tidak selalu harus kuat karena aku juga manusia.

Kehidupanku bergulir dari satu konsekuensi ke konsekuensi lain yang tiada habisnya. Ketika aku memulai episode hidup dengan memilih jalanku. Tiba-tiba aku merasa terlalu dini untuk memulai sebuah konsekuensinya. Kemudian aku lena sekejap dalam kebahagiaan yang diidamkan semua orang. Dan ketika masanya sirna, aku pun berteriak lantang dalam kebisuan.

"Tuhan......!Mengapa harus aku?"

Aku cemburu ketika seorang teman perempuanku akan memulai episode yang sama dengan diriku. Bukan karena aku mencemburui pilihannya. Tetapi aku menyalahi, setiap detik yang terlewati ketika aku merencanakan pilihanku. Dan api cemburu terus-menerus berusaha menguasai kewarasanku. Aku terus-menerus menyalahkan sang waktu.

"Mengapa tak pernah terpikirkan olehku perkara kecil seperti itu?"

Ketika kemudian aku dihadapkan pada sebuah kerinduan tak bertepi. Kemudian sederet pertanyaan yang tak mampu aku jawab. Kemudian sebuah rencana yang tak sanggup kugoreskan. Karena terlalu banyak rencana. Aku menangis. Aku bosan berencana! Aku hanya ingin seperti gadis biasa yang terlalu susah payah menjadi siapa pun. Karena hidup laksana air yang mengalir dari hulu ke hilir. Tak usah dihentikan atau dipercepat lakunya, maka garis kehidupan akan mengalir pada waktunya.

Sedang aku? Aku terus menerus dihadapkan pada sebuah dilema, pilihan dan rencana. Sekeras apa pun aku berharap untuk menjadi lapang. Maka aku dihadapkan pada sebuah kenyataan, bahwa aku juga manusia. Aku juga bisa putus asa. Aku juga butuh tangan yang menggapai tulus pada diriku yang kesakitan.

Tuhan, izinkan aku tidak perlu memilih, berencana kemudian terkapar sekali saja! Karena aku juga manusia.




Tidak ada komentar: