Senin, 03 November 2008

Kreativitas Yang Mandul


Beberapa hari ini aku semakin dihadapkan pada perasaan bersalah yang teramat sangat. Aku gagal membuktikan eksistensiku sebagai seorang penulis. Tiba-tiba aku mati setelah hidup sekejab di belantara penulis. Sempat menyisipkan sekelumit kisah bermakna pada pembaca, bersama harapan. Kemudian menghilang lenyap tanpa arah.

Aku tidak tahu. Mengapa aku menjadi tidak punya nyali untuk bangkit dan mewujudkan mimpi terpendam menjadi seorang penulis. Padahal aku susah payah membangun mimpi, kemudian akhirnya menorehkan prestasi dengan sebuah novel SCSM. Kemudian aku jalan di tempat. Aku tidak punya arah. Ketika aku menjadi penulis murahan yang menulis sebuah buku 'Seandainya Saya Istri AA Gym" untuk membantu seorang teman.

Aku lagi-lagi menulis sebuah buku teori agama yang aku sendiri tak sungguh-sungguh memahami. Kemudian aku memutuskan untuk berhenti dari tim. Dan secara mencengangkan buku itu beredar juga. Aku nekat mencari buku itu, setelah tanpa sengaja aku menemukannya di dunia maya. Keajaiban Shalat Tahajud, Tentu saja aku masih mengenali tulisanku yang terang-terangan dicatut tanpa izin dalam salah satu bab. Aku mengenali penulis bukunya. Aku melihat sebuah tulisan terima kasih untuk Risma Budiyani di muka buku.

Apakah aku harus berterimakasih atau malah berteriak atas ketidak-sopanan mereka menjiplak tulisanku kemudian memberikan ucapan terima kasih di bukunya. Terimakasih!

Kemudian aku menggelandang tanpa arah. Aku menulis skenario. Lagi-lagi aku harus menelan kopi pahit, bahwa aku belum juga memantapkan langkah sebagai apa pun. Aku seperti penulis gila yang menulis apa saja yang aku lihat, dan rasakan dimana pun, baik di dalam blog, memoar dan flash disc ku. Kemudian aku putus asa kembali, karena aku belum juga menyelesaikan sekuel kedua dari Surat Cinta Saiful Malook yang sudah dinantikan semua orang termasuk diriku.

"Patah tumbuh hilang berganti".

Maka aku pohon yang patah dari pertumbuhan pesat belantara penulis yang kemudian tergantikan tanpa ampun. Aku seperti ada dan tiada.

Yang aku tahu kreativitasku sedang mandul. Tiba-tiba mati rasa dan tak bergairah untuk menggoreskan imajinasi yang sudah kepenuhan di dalam otakku.

"Cinta, mengapa kau belum menulis lagi?" Suamiku tiba-tiba emmbuatku tersentak dari lamunanku.

"Entahlah, tiba-tiba aku menjadi buntu?"

"Karena pernikahan kita kah?" Tanyanya mengejutkan. Matanya sendu terlihat sedih.

"Demi Tuhan, bukan!" Aku meyakinkan.

"Lantas?"

"Mmmhhhh, karena pekerjaanku kini menuntut imajinasiku. Aku sering kehabisan akal untuk membuatnya tak tumpah ruah sebelum waktunya. Singkatnya aku tidak punya waktu"

"Cinta, kau masih punya segudang waktu. Toh aku tidak pernah menuntut kamu mengerjakan pekerjaan rumah apa pun. Dan aku membiarkanmu berimajinasi sesuka hati. Aku ingin membuatmu senyaman mungkin. Aku mencintaimu. Aku tidak ingin kreativitasmu menjadi mandul bersamaku".

Tiba-tiba aku menangis haru. Aku memeluknya erat. Terbersit tekad untuk segera mempersembahkan sebuah buku untuknya. Demi Tuhan, suamiku lebih berhak atas penghargaan apapun dibandingkan Saiful Malook. Maka buku berikutnya akan lebih hebat. Itu hadiah terindah untuk suamiku.

Semuanya! Mohon doa restu, buku pelipur lara bagi pembaca Saiful Malook akan segera muncul.

Tidak ada komentar: